Tuesday, May 9, 2017

Fiqih Ramadhan : Amalan yang dapat merusak ibadah puasa

Amalan yang dapat merusak ibadah puasa, bukan berarti membatalkan ya...
Yang dapat membatalkan itu seperti : makan, minum, berjima' dengan istri (di siang hari), dan lainnya.

Ada perbuatan yang dianggap sebagian boleh tapi sebenarnya hal itu dapat merusak ibadah puasa kita. Diantaranya adalah :

1. Tidak menahan lisannya dari dusta, ghibah dan namimah.

Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta sewaktu berpuasa maka Allah tidak menerima puasanya meskipun dia telah meninggalkan makan dan minumnya."
(HR. Bukhari 4/99)

Ini merupakaan ancaman bagi orang yang berpuasa.

Sama seperti orang yang shalat diancam juga :
"Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya."
(QS.Al-Ma'un:4-5)

Bukan karena tidak shalat atau batal shalatnya, akan tetapi karena mereka lalai dalam shalatnya seperti : tidak khusyu', pikiran entah kemana, tidak tahu apa yang dia baca, dan lain-lain.

Demikian pula orang yang berpuasa, Allah ancam mereka. Bukan karena mereka tidak berpuasa tetapi mereka melakukan hal-hal yang tercela saat beribadah puasa sehingga dia hanya mendapatkan lapar dan haus saja. 

Seperti dalam hadits Nabi shaallallaahu 'alaihi wa sallam berikut ini :

"Beberapa banyak orang-orang yang berpuasa tapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga dari ibadah puasanya."
(HR. Ibnu majah1/539, Darimi 2/211, Ahmad 2/441,373, Baihaqi 4/270 dari jalan Said Al-Maqbari dari Abu Hurairah. Sanadnya shahih).

dan hadits berikut ini :

"Puasa itu bukan hanya menahan diri dari makan dan minum namun juga menahan diri dari perbuatan sia-sia dan keji."
(HR. Ibnu khuzaimah 1996, Al-Hakim 1/430-431, sanadnya shahih).

Maka ibadah puasa itu harus bisa menjadi ajang latihan untuk mengatur, menahan dan mengekang lisan kita. Karena ini adalah anggota tubuh yang paling sulit untuk dikendalikan.
Kebanyakan kata-kata yang keluar dari lisan kita adalah perkataan yang tidak kita pikirkan / kita saring sebelumnya.

Padahal tidak ada satu hurufpun yang keluar dari lisan kita melainkan semua dicatat oleh malaikat.

Sadarkah kita bahwa banyak nikmat hidup itu karena kita punya lisan. Namun lisan juga bisa menjadi sumber malapetaka apabila tidak digunakan dengan semestinya.

Ketika kita ingin mencaci atau membalas cacian seseorang, kita harus sadar bahwa kita sedang berpuasa. Nabi bersabda :

"Jika ada orang yang memakimu atau berbuat jahil terhadapmu, katakanlah : Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa."
(HR. Ibnu Khuzaimah 1996, Al-Hakim 1/430-431, sanadnya shahih).

Tujuannya adalah untuk : 
a. Menyabarkan diri, menenangkan jiwa dan hati kita yang terkadang ingin marah.
b. Tergelincirnya kita dalam cacian, makian, dan kata-kata keji karena ingin membalas.

2. Melakukan perbuatan yang sia-sia, jahil, usil ,bercanda yang melewati batas

Latihlah diri kita untuk mengurangi hal-hal yang mungkin pada dasarnya mubah tapi hanya beda tipisdengan perkara yang makruh dan haram. Sedikit saja tergelincir maka bisa jadi kita melakukan perkara yang makruh bahkan haram. Misalnya : bercanda pada perkara-perkara yang jahil dan perkara yang sia-sia.

3. Dosa mata

Mata merupakan panah iblis, tergantung ke mana kita arahkan anak panah kita, itulah sasarannya.
Menundukkan pandangan (ghaddul bashar) sangatlah berat di masa sekarang. Bisa jadi ketika keluar rumah, melihat ke bawah salah, ke atas salah, kanan salah, ke kiri salah.
Memang pandangan pertama tidak mengapa, tapi yang kedua, ketiga dan seterusnya ini yang akan jadi masalah.

Bulan Ramadhan adalah salah satu masa yang tepat untuk melakukan "up grade" keimanan kita. Karena di bulan-bulan yang lain kita tahu sangat sulit melakukannya. Di bulan Ramadhan, minimal akan muncul rasa malu kita apabila melakukan hal yang tercela.

Seperti saat kita datang ke majelis ilmu, iman kita naik seolah surga dan neraka ada di depan kita. Namun begitu keluar dari majelis ilmu, lupa lagi. Sehingga itulah perlunya kita menuntut ilmu berulang kali meski materinya sama. Karena salah satu sifat manusia adalah mudah lupa.

Semoga Allah memanjangkan umur kita untuk bisa bertemu dengan bulan Ramadhan berikutnya, melakukan dan meningkatkan ibadah di bulan tersebut dengan sebaik-baiknya. Aamiin...

Dari: Group Bimbingan Islam

Berdakwah bisa melalui kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
http://www.kaosdakwahislami.id/katalog/?reg=tommy.andri

Friday, March 31, 2017

Orang Tua Nabi berada di mana ?

Beberapa saat yang lalu ada berita mengenai pembubaran kajian Ustadz Khalid Basalamah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan organisasi keagamaan tertentu.

Salah satu alasannya adalah karena sang ustadz pernah menyampaikan bahwa orang tua Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam, masuk neraka.

Berikut ini link video ceramah beliau yang menyatakan hal tersebut (ada dalilnya):

https://www.youtube.com/watch?v=xYqDv_HmUEw

Dan di bawah ini link ceramah dari Ustadz Firanda Andirja dengan kalimat yang lebih tepat dan mengena (ada dalilnya) :

https://www.youtube.com/watch?v=K0C7EWpfJSw

Sebenarnya hal ini termasuk ghaib, sudah dibahas oleh ulama-ulama terdahulu dan tidak perlu diperpanjang lagi. Islam adalah agama berdasarkan dalil, apabila ada dalilnya (Qur'an atau hadits shahih) maka mari kita yakini dan amalkan.

Mari lebih baik kita meningkatkan pengetahuan tentang agama, amal dan ibadah sebagai bekal kita nanti di hadapan Allah Subhanaahu wa Ta'aala. Seperti diucapkan oleh Ustadz Syafiq Riza Baasalamah dalam link berikut ini :

https://www.youtube.com/watch?v=0Om6_CuO-CI&t=220s

Thursday, March 23, 2017

Islam, Iman dan Ihsan

Berikut ini adalah Hadits yang menjelaskan mengenai Islam, Iman dan Ihsan :

حَدَّثَنِي أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ وَهَذَا حَدِيثُهُ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا كَهْمَسٌ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ كَانَ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَاجَّيْنِ أَوْ مُعْتَمِرَيْنِ فَقُلْنَا لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي الْقَدَرِ فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ دَاخِلًا الْمَسْجِدَ فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ وَالْآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ فَقُلْتُ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ قَالَ فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
ثُمَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْغُبَرِيُّ وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مَطَرٍ الْوَرَّاقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ لَمَّا تَكَلَّمَ مَعْبَدٌ بِمَا تَكَلَّمَ بِهِ فِي شَأْنِ الْقَدَرِ أَنْكَرْنَا ذَلِكَ قَالَ فَحَجَجْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَجَّةً وَسَاقُوا الْحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ كَهْمَسٍ وَإِسْنَادِهِ وَفِيهِ بَعْضُ زِيَادَةٍ وَنُقْصَانُ أَحْرُفٍ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ وَحُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَا لَقِينَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَذَكَرْنَا الْقَدَرَ وَمَا يَقُولُونَ فِيهِ فَاقْتَصَّ الْحَدِيثَ كَنَحْوِ حَدِيثِهِمْ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِيهِ شَيْءٌ مِنْ زِيَادَةٍ وَقَدْ نَقَصَ مِنْهُ شَيْئًا و حَدَّثَنِي حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ

Telah menceritakan kepadaku Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Waki' dari Kahmas dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz al-'Anbari dan ini haditsnya, telah menceritakan kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada kami Kahmas dari Ibnu Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata :
"Orang yang pertama kali membahas takdir di Bashrah adalah Ma'bad al-Juhani, maka aku dan Humaid bin Abdurrahman al-Himyari bertolak haji atau umrah, maka kami berkata, 'Seandainya kami bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka kami akan bertanya kepadanya tentang sesuatu yang mereka katakan berkaitan dengan takdir.'

Maka Abdullah bin Umar diberikan taufik (oleh Allah) untuk kami, sedangkan dia masuk masjid. Lalu aku dan temanku menghadangnya. Salah seorang dari kami di sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu aku mengira bahwa temanku akan mewakilkan pembicaraan kepadaku, maka aku berkata:
'Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya nampak di hadapan kami suatu kaum membaca al-Qur'an dan mencari ilmu lalu mengklaim bahwa tidak ada takdir, dan perkaranya adalah baru (tidak didahului oleh takdir dan ilmu Allah).'

Maka Abdullah bin Umar menjawab:
'Apabila kamu bertemu orang-orang tersebut, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa saya berlepas diri dari mereka, dan bahwa mereka berlepas diri dariku. Dan demi Dzat yang mana hamba Allah bersumpah dengan-Nya, kalau seandainya salah seorang dari kalian menafkahkan emas seperti gunung Uhud, niscaya sedekahnya tidak akan diterima hingga dia beriman kepada takdir baik dan buruk.'

Dia berkata, 'Kemudian dia mulai menceritakan hadits seraya berkata, 'Umar bin al-Khaththab berkata, 'Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam, kemudian ia berkata :

'Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam? ' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam menjawab: "Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadlan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.' Dia berkata, 'Kamu benar.'

Umar berkata, 'Maka kami kaget terhadapnya karena dia menanyakannya dan membenarkannya.'

Dia bertanya lagi, 'Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu? ' Beliau menjawab: "Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk." Dia berkata, 'Kamu benar.'

Dia bertanya, 'Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu? ' Beliau menjawab: "Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."

Dia bertanya lagi, 'Kapankah hari akhir itu? ' Beliau menjawab: "Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya."

Dia bertanya, 'Lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya? ' Beliau menjawab: "Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya, dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun bermegah-megahan dalam membangun bangunan."

Kemudian dia bertolak pergi. Maka aku tetap saja heran kemudian beliau berkata; "Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?" Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Beliau bersabda: "Itulah jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang pengetahuan agama kalian'."

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid al-Ghubari dan Abu Kamil al-Jahdari serta Ahmad bin Abdah mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Yazid dari Mathar al Warraq dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata, 'Ketika Ma'bad berkata dengan sesuatu yang dia bicarakan tentang masalah takdir, maka kami mengingkari hal tersebut.' Dia berkata lagi, 'Lalu aku melakukan haji bersama Humaid bin Abdurrahman al-Himyari.' Lalu mereka menyebutkan hadits dengan makna hadits Kahmas. Di dalamnya terdapat sebagian tambahan dan kekurangan huruf." Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id al Qaththan telah menceritakan kepada kami Utsman bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dan Humaid bin Abdurrahman keduanya berkata, "Kami bertemu Abdullah bin Umar, lalu kami menyebutkan tentang takdir dan pendapat mereka tentangnya, lalu dia mengisahkan hadits tersebut sebagaimana hadits mereka dari Umar radlialllahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan di dalamnya terdapat suatu tambahan dan pengurangan." Dan telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin asy-Sya'ir telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad telah menceritakan kepada kami al-Mu'tamir dari Bapaknya dari Yahya bin Ya'mar dari Ibnu Umar dari Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan semisal hadits mereka."

(HR. Muslim)

Image result for islam, iman dan ihsan

Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Wednesday, March 22, 2017

Bumi Ini Sangat Kecil

Berikut ini perbandingan ukuran bumi dengan planet tata surya dan bintang-bintang selain matahari :

Related image
Gambar 1
Bumi tampak cukup besar

Related image
Gambar 2
Ternyata kecil ya...

Image result for ujian akherat
Gambar 3
Baru tau saya, Bumi sangat kecil

Related image
Gambar 4
Banyak yang JAUH LEBIH BESAR daripada matahari

Jadi, apa yang patut kita sombongkan sebagai manusia? 
Allah adalah pencipta dan pemilik seluruh alam semesta.
Hanya Dia-lah yang pantas untuk sombong.

Dear sahabat, ternyata tebar dakwah bisa dengan media kaos.
Kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Semua Perbuatan Tergantung Niat

Dalam Islam, niat adalah hal yang sangat penting sebelum kita melakukan suatu aktivitas.
Karena dari niat itulah nantinya kegiatan kita menjadi amalan yang akan dicatat oleh malaikat, apakah akan menjadi amal baik atau justru menjadi amal buruk / sia-sia.

Seperti dalam hadits berikut ini :

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ
عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan".
(HR. Bukhari)

Kandungan Hadist:
  1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
  2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
  3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
  4. Seorang muslim / mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
  5. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
  6. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
  7. Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati. Dan menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah : iman  adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Image result for amalan tergantung niatnya
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Tuesday, March 21, 2017

TA'AT ULAMA DALAM KEBENARAN

Ulama adalah orang-orang yang memiliki ilmu tentang Allah dan juga agamanya.
Ilmu yang membawa dirinya untuk bertaqwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Mereka adalah pewaris para Nabi dan kedudukan mereka di dalam agama Islam adalah sangat tinggi.
Allah telah mengangkat derajat para ulama dan memerintahkan kita untuk ta'at kepada mereka selama mereka menyeru dan mengajak kepada kebenaran dan kebaikan.

Allah berfirman yang artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman, ta'atlah kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul dan Ulil Amri kalian." (QS. An Nisaa:59)

Dan Ulil amri disini mencakup ulama dan juga umara (pemerintah).

Menghormati mereka para ulama bukan berarti menta'ati mereka dalam segala hal sampai kepada kemaksiatan.
Ulama, seperti manusia yang lain; ijtihad mereka terkadang salah dan terkadang benar.
1. Jika benar, mereka mendapat 2 pahala.
2. Jika salah, mereka mendapat 1 pahala.

Apabila telah jelas kebenaran bagi seorang muslim dan jelas bahwasanya seorang ulama menyelisihi hal tersebut dalam sebuah permasalahan, maka tidak boleh seseorang menta'ati ulama tersebut kemudian dia meninggalkan kebenaran.

Rasulullaah bersabda yang artinya:
"Tidak ada keta'atan dalam kemaksiatan, sesungguhnya keta'atan hanya di dalam kebenaran." (Muttafaqun 'alaih).

Apabila seseorang menta'ati ulama dalam kemaksiatan kepada Allah, maka dia telah menjadikan ulama tersebut sebagai pembuat syari'at dan bukan penyampai syari'at, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Allah berfirman yang artinya :
"Mereka (yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani) menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai sesembahan selain Allah." (QS. At Taubah:31)

Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam ketika menjelaskan ayat ini, beliau mengatakan :
"Ketahuilah bahwa mereka bukan beribadah kepada para ulama dan ahli ibadah tersebut, akan tetapi mereka, apabila menghalalkan yang Allah haramkan, maka mereka ikut menghalalkan. Dan apabila ulama dan ahli ibadah tersebut mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka mereka pun ikut mengharamkan." (Hadits hasan, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).

Semoga bermanfaat.

www.bimbinganislam.com


Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

TAKUT KEPADA ALLAH

Diantara keyakinan seorang muslim, adalah bahwasanya manaat dan mudharat adalah di tangan Allah semata.

Seorang muslim tidak takut kecuali kepada Allah dan tidak bertawakal kecuali kepada Allah.

Takut kepada Allah yang dibenarkan adalah takut yang membawa pelakunya untuk :
1. Merendahkan diri di hadapan Allah.
2. MengagungkanNya.
3. Membawanya untuk menjauhi larangan Allah.
4. Melaksanakan perintahNya.
5. Bukan takut yang berlebihan yang membawanya kepada keputusasaan terhadap rahmat Allah.
6. Bukan takut yang terlalu tipis yang tidak membawa pemiliknya kepada kutaatan kepada Allah.

Takut seperti ini adalah ibadah.

Tidak boleh sekali-kali seorang muslim menyerahkan takut seperti ini kepada selain Allah.
Dna barangsiapa menyerahkannya kepada selain Allah, maka dia telah terjerumus ke dalam syirik besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.

Seperti orang yang takut terkena mudharat dengan wali fulan yang sudah meninggal kemudian takut tersebut menjadikan dia merendahkan diri di hadapan kuburannya dan juga mengagungkannya.

Hendaknya seorang muslim meneladani Nabi Ibrahim 'Alaihissalaam ketika beliau berkata :
"Dan aku tidak takut dengan sesembahan kalian, mereka tidak memudharati aku kecuali apabila Rabbku menghendakinya." (QS. Al-An'aam:80)

Diantara takut yang diharamkan adalah takutnya seseorang kepada makhluk yang melebihi takutnya kepada Allah sehingga takut tersebut membuat dia meninggalkan perintah Allah atau melanggar larangan Allah seperti :
1. Orang yang meninggalkan jihad yang wajib atasnya karena takut kepada orang-orang kafir.
2. Tidak melarang kemungkaran karena takut elaaan manusia padahal dia mampu.

Allah Subhaaanhu wa Ta'aala berfirman yang artinya :
"Sesungguhnya itu hanyalah syaithan yang menkut-nakuti kalian wahai orang-orng yang beriman, dengan wali-walinya (penolong-penolongnya). karena itu janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kalian kepadaKu jik kalian benar-benar orang yang beriman.' (QS. Ali 'Imran:175)

Diantara cara menghilangkan rasa takut kepada makhluk adalah :
1. Berlindung kepada Allah.
2. Mengingat sabda Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam yang artinya :

"Ketahuilah bahwa seandainya umat semua berkumpul untuk memberikan menfaat kepadamu niscaya mereka tidak bisa memberika manfaat kecuali dengan apa yang sudah Allah tulis dan seandaina mereka berkumpul untuk memberikan mudharat kepadamu niscayamereka tidak bisa memberikan mudharat kecuali dengan apa yang sudah Allah tulis." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan Syaikh Al Albany Rahimahullah).

Diperbolehkan takut yang merupakan tabiat manusia seperti takut kepada panasnya api dan kepada binatang buas. Dan takut seperti ini bukanlah takut yang merupakan ibadah dan juga bukan takut yang membawa seseorang meninggalkan perintah atau melanggar larangan Allah.
Ini adalah takut yang tabiat, yang para Nabipun tak lepas darinya.

Semoga bermanfaat.

www.bimbingan islam.com

Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :

http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

CINTA KEPADA ALLAH

Mencintai Allah merupakan ibadah yang paling agung.

Cinta yang merupakan ibadah ini mengharuskan seorang muslim merendahkan dirinya di hadapan Allah, mengagungkan Allah, yang akhirnya akan membawa seseorang untuk melaksanakan perintah Allah dan juga menjauhi apa yang Allah larang.

Inilah cinta yang merupakan ibadah.

Barangsiapa menyerahkan cinta seperti ini kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik besar.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya :
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu Allah, mereka mencintainya sebagaimana merka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman maka cinta mereka kepada Allah jauh lebih besar." (QS. Al-Baqarah:165)

Adapun cinta yang merupakan tabi'at manusia, seperti cinta keluarga, harta, pekerjaan, dan lain-lain, maka hal ini diperbolehkan selama tidak melebihi cinta kepada Allah.

Apabila seseorang mencintai perkara-perkara tersebut melebihi cintanya kepada Allah, maka dia telah melakukan dosa besar.

Allah berfirman yang artinya :
"Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan juga rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, itu semua lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah Subhaanahu wa Ta'aala mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepadda orang-orang fasik." (QS. At-Taubah:24)

Ketika terjadi pertentangan antara 2 kecintaan maka disini akan nampak siapa yang lebih dia cintai.
Dan akan nampak siapa yang cintanya benar dan siapa uyang cintanya hanya sebatas ucapan saja.

Diantara cara memupuk rasa cinta kita kepada Allah adalah dengan :
1. Mentadabburi (memperhatikan)ayat-ayat Al-Quran.
2. Memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
3. Mengingat-ingat berbagai kenikmatan yang Allah berikan.

Semoga bermanfaat.

www.bimbinganislam.com


Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Tuesday, March 14, 2017

(Partial) Dark Ages

Saat saya dulu masih sekolah S3 (SD-SMP-SMA), saat membahas sejarah dunia maka akan muncul satu topik yaitu zaman kegelapan (dark ages). Awalnya saya mengira itu terjadi di seluruh dunia, ternyata hanya di wilayah Eropa. Dimana  masa itu merupakan sebuah zaman yang dimulai saat runtuhnya Kekaisaran Romawi hingga dimulainya masa Renaisans atau munculnya kembali peradaban lama, di rentang waktu yang cukup lama, yaitu sekitar tahun 600 - 1600 M. 

Di saat Zaman Kegelapan, segala keputusan pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama katolik.
Perkembangan ilmu dan teknologi bisa dikatakan tidak ada sama sekali pada masa itu di wilayah Eropa. 

Namun tidak terjadi zaman kegelapan di belahan dunia yang lain.
Dari sejarah bisa kita ketahui, bahwa antara tahun 600 - 1600 M ada bangsa-bangsa di wilayah lain yang sedang berkembang dan justru meraih masa kejayaannya.

Di wilayah Arab, Afrika utara, hingga Spanyol justru ummat muslim sangat maju dan berkembang peradabannya. Di Cina, justru sangat maju kekaisarannya. Di Indonesia, sangat banyak bermunculan kerajaan mulai dari kerajaan Hindu, Budha, hingga Kesultanan Islam. Di wilayah Amerika Selatan juga berkembang peradababan suku Inca yang tidak bisa dianggap remeh.



Jadi, apakah peradaban modern di Eropa muncul dengan begitu saja setelah zaman kegelapan ? Jawabannya sudah pasti tidak. Karena suatu peradaban akan maju biasanya dimulai dengan interaksi antar bangsa.

Gambar di atas apabila ruang kosongnya diisi dengan perkembangan peradaban dari bangsa lain, maka akan menjadi seperti gambar berikut ini :


Dan pada saat era "dark ages" berlangsung, budaya dan teknologi ummat muslimlah yang bersentuhan dan memberi pengaruh langsung kepada masyarakat Eropa saat itu, khususnya di wilayah Andalusia atau sekarang ini dikenal dengan negara Spanyol dan di daerah Eropa Timur seperti Rusia, Kazakshtan, Bosnia, dan lain-lain.

Gambar berasal dari : www.muslimheritage.com 

Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :

http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Thursday, March 2, 2017

Jangan Malas untuk Shalat

Image result for jangan malas shalat

Pertama : Bermalas-malasan ketika shalat adalah merupakan dosa besar. 

Allah ta’ala berfirman :
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un : 4-5)

Al-Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz menyatakan :
التهاون بالصلاة من المنكرات العظيمة، ومن صفات المنافقين، قال الله عز وجل: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلًا[1]، وقال الله في صفتهم: وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ[2] وقال النبي صلى الله عليه وسلم: ((أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوا)) متفق على صحته. فالواجب على كل مسلم وعلى كل مسلمة المحافظة على الصلوات الخمس في أوقاتها، وأداؤها بطمأنينة، والإقبال عليها بخشوع فيها وإحضار قلب؛ لقول الله سبحانه: قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ * الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ[3]، ولما ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه أمر الذي أساء صلاته فلم يطمئن فيها بالإعادة، وعلى الرجال خاصة أن يحافظوا عليها في الجماعة مع إخوانهم في بيوت الله وهي المساجد؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((من سمع النداء فلم يأت فلا صلاة له إلا من عذر)) أخرجه ابن ماجة والدارقطني وابن حبان والحاكم بإسناد صحيح. قيل لابن عباس رضي الله عنهما: ما هو العذر؟ قال: (خوف أو مرض).
“Bermalas-malasan/meremehkan shalat termasuk kemungkaran yang besar, dan ia merupakan sifat orang-orang munafik, 

Allah ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An-Nisa’ : 142).

Dan Allah juga befirman ketika menjelaskan sifat orang munafik :

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (QS At Taubah : 54).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

“Shalat paling berat dirasakan oleh orang munafik adalah shalat isya’ dan shalat subuh. Seandainya mereka mengetahui pahalanya niscaya mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak.” (Disepakati keshahihannya).

Maka wajib bagi setiap orang islam yang laki maupun yang wanita untuk senantiasa menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya. Serta melaksanakannya dengan tumakninah serta menyambutnya dengan penuh khusyu’ dan disertai hati yang tenang.”
(Fatawa Syaikh Bin Baz no. 2382).

Kedua : Sedang madzhab ahlis sunnah wal jama’ah terhadap pelaku dosa besar adalah ia berada di bawah kehendak Allah ta’ala. Jika Allah mengampuninya maka ia bisa masuk syurga namun jika Allah tidak mengampuninya maka ia akan masuk neraka. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
اتفق الصحابة والتابعون لهم بإحسان، وسائر أئمة المسلمين على أنه لا يخلد في النار أحد ممن في قلبه مثقالُ ذرة من إيمان، واتفقوا أيضًا على أن نبينا يشفع فيمن يأذن الله له بالشفاعة فيه من أهل الكبائر من أمته
“Telah bersepakat para sahabat, para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan seluruh para imam Islam bahwa tidak akan kekal di neraka salah satu dari sekian banyak orang yang di dalam hatinya masih terdapat iman sebesar dzarroh.

Mereka bersepakat pula bahwa Nabi kita shalallahu ‘alaihi wa sallam akan memberikan syafaat kepada orang yang telah mendapatkan izin dari Allah untuk diberi syafaat dari kalangan pelaku dosa besar dari umat beliau.”
(Majmu’ Fatawa : 7/222). 

Wallahu a’lam

Oleh: Abul Aswad Al Bayaty

Sumber: https://bimbinganislam.com/

Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Wednesday, March 1, 2017

Kisah Imam Hanafi & Seorang Anak


Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau populer disebut Imam Hanafi, pernah berpapasan dengan seorang anak kecil yang tampak berjalan mengenakan sepatu kayu.
Sang Imam menasehati anak kecil itu, 
”Hati-hati Nak dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kau tergelincir."
Bocah kecil itu pun tersenyum, menyambut perhatian pendiri mazhab Hanafi ini dengan ucapan "terima kasih."
”Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?” tanya si bocah.
”Nu’man.”
”Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a‘dham (imam agung) itu?”
”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku.”
"Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”
Ulama kaliber yang diikuti banyak umat Islam itu pun tersungkur menangis. Imam Hanafi bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah seorang bocah.


Sahabat, sekarang tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :

http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Tuesday, February 28, 2017

Penggunaan Kata "Kami" dalam terjemahan Al-Quran

Setiap membaca terjemahan Al-Quran dalam bahasa Indonesia, kerap kali kita menemukan kata “Kami” untuk Allah yang berfirman. Contohnya saja “Kami Maha Berkehendak”. Sementara yang kita tahu kata “Kami” merujuk pada makna jamak. Lalu, apakah ini berarti Kami (Allah) itu jamak?
Seringkali pula, orang kafir mencoba mengganggu iman kita dengan bertanya, mengapa Qur’an banyak menggunakan kata KAMI untuk ALLAH? Bukankah kami itu banyak? Itu berarti Qur’an pun mengakui “Tuhan” bapa, “Tuhan” anak & “Tuhan” roh!

Bagaimana kita menjawab pertanyaan semacam ini???

“Katakanlah, Dia (Allah) itu Satu.” Ya, Allah SWT itu satu. Tidak jamak alias dua atau tiga.
Allah SWT tentu saja bukanlah manusia, bukan juga makhluk hidup dengan seperangkat kelamin. Bukan laki-laki, bukan pula perempuan.

1. Konteks Penggunaan Pertama
Dalam gramatikal bahasa Arab, memang ada 14 dhamir (kata ganti orang). Dari huwa (kata ganti orang ketiga, tunggal dan laki-laki) hingga nahnu.
Sementara dalam Al-Quran, pemakaian kata ganti orang ini kerap kali digunakan untuk lafaz Allah SWT. Kitab suci umat Islam ini membahasakan “Allah” dengan kata ganti huwa (Dia). Yang mana, seperti dijelaskan sebelumnya, makna ori-nya adalah dia laki-laki (1 orang). Namun semua tahu bahwa Allah SWT bukan laki-laki apalagi perempuan.
Jikalau Al-Quran memakai kata ganti Allah dengan lafaz “huwa”, bukan “hiya” (untuk perempuan), lantas bukan berarti Allah itu laki-laki.
Pemakaian “huwa” adalah corak keistimewaan bahasa Arab yang tak ada seorang pun mensangsikannya.
Hal ini sama pula dengan penggunaan “nahnu” (kami), yang jika dilihat dari penggunaan asal katanya untuk kata ganti orang pertama (jamak), baik laki-laki atau perempuan, ini bukan berarti Allah itu berjumlah banyak (jamak).
Tak semua “nahnu” selalu berarti pelakunya banyak. Secara umum, “nahnu” memang menunjukkan jumlah jamak, namun orang yang belum paham bahasa arab akan kecele dengan ungkapan ini. Kata “kami” tak selalu menunjukkan kuantiti banyak, namun menunjukkan pula kebesaran sosok yang menggunakannya.
Untuk contoh, presiden dari tanah arab mengatakan, “Kami sampaikan salam..”, apa ini bermakna jumlah presiden negara itu ada dua atau tiga orang? Jawabnya tentu tidak. Kenapa? Lema “kami” yang dipakainya menunjukkan kebesaran negaranya, bukan menampilkan jumlah presiden.

2. Konteks Penggunaan Kedua
Kata “Kami” bermakna bahwa dalam mengerjakan tindakan tersebut, Allah melibatkan unsur-unsur makhluk (selain diri-Nya sendiri). Dalam kasus nuzulnya al-Qur’an, makhluk-makhluk yang terlibat dalam pewahyuan dan pelestarian keasliannya adalah sejumlah malaikat, terutama Jibril; kedua Nabi sendiri; ketiga para pencatat/penulis wahyu; keempat, para huffadz (penghafal) dll. (Coba perhatikan baik-baik, kebanyakan ayat-ayat yang bercerita tentang turunnya al-Qur’an [dalam format kalimat aktif], Allah cenderung menggunakan kata Kami).
Contoh :
“Sesungguhnya Kami telah turunkan al-Zikr [Al-Qur’an] dan Kami Penjaganya (keaslian)”. [kami lupa pada surat dan ayat berapa].
Contoh lain, coba lihat ayat-ayat tentang mencari rezki. Dalam ayat-ayat tersebut. Allah sering
menggunakan kata Kami; artinya, rezki harus diusahakan oleh manusia itu sendiri, walaupun kita juga yakin bahwa rezki sudah ditentukan oleh Allah.

3. Konteks Penggunaan Ketiga
Ayat yang menggunakan kata Kami biasanya menceritakan sebuah peristiwa besar yang berada di luar kemampuan jangkauan nalar manusia, seperti penciptaan Adam, penciptaan bumi, dan langit. Di sini, selain peristiwa itu sendiri yang nilai besar, Allah sendiri ingin menokohkan/memberi kesan “Kemahaan-Nya” kepada manusia, agar manusia dapat menerima/mengimani segala sesuatu yang berada di luar jangkauan nalar/rasio manusia.
Contoh.
“Sesungguhnya KAMI telah menciptakan kamu (Adam), lalu KAMI bentuk tubuhmu, kemudian KAMI katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud” ([al-A’raf 7:11)

Katakanlah yg HAQ itu HAQ & katakana pula yg BATHIL itu BATHIL. 
Sampaikanlah dengan hikmah & cara yg baik.
"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka…" (Qs. 29 Ankabuut: 46).

Wallahua’lam bisshowab.

Sumber:
1.IslamTerbuktiBenar
2. Pesantrenvirtual.com
3.Mediadakwah
4. Admmuslimmenjawab.multiply.com
5. Bersamadakwah.net

Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :

http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri

Monday, February 27, 2017

Murottal Qur'an 30 Juz

MUROTTAL AL-QURAN 30 JUZ

Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,

Bagi rekan rekan muslim yang ingin meningkatkan kualitas bacaan dan hafalan Qur'an-nya, berikut ini saya sertakan link yang dapat anda gunakan untuk download keseluruhan juz. Ada banyak pilihan qori yang tersedia.


Sedikit ulasan dari Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc  (www.Muslim.Or.Id) :

Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi


{الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)}
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
قال قتادة  رحمه الله: كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء.
“Qatadah (wafat: 118 H) rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran” (Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها .
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir).
Dari manakah sisi tidak meruginya perdagangan dengan membaca Al Quran?
  1. Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.
    عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
    “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469)
     عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضى الله عنه قَالَ : تَعَلَّمُوا هَذَا الْقُرْآنَ ، فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ بِتِلاَوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ ، أَمَا إِنِّى لاَ أَقُولُ بِ الم وَلَكِنْ بِأَلِفٍ وَلاَمٍ وَمِيمٍ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ.
    “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pelajarilah Al Quran ini, karena sesungguhnya kalian diganjar dengan membacanya setiap hurufnya 10 kebaikan, aku tidak mengatakan itu untuk الم  , akan tetapi untuk untuk Alif, Laam, Miim, setiap hurufnya sepuluh kebaikan.” (Atsar riwayat Ad Darimy dan disebutkan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 660).
    Dan hadits ini sangat menunjukan dengan jelas, bahwa muslim siapapun yang membaca Al Quran baik paham atau tidak paham, maka dia akan mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana yang dijanjikan. Dan sesungguhnya kemuliaan Allah Ta’ala itu Maha Luas, meliputi seluruh makhluk, baik orang Arab atau ‘Ajam (yang bukan Arab), baik yang bisa bahasa Arab atau tidak.
  2. Kebaikan akan menghapuskan kesalahan.
    {إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ} [هود: 114]
    Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud: 114)
  3. Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah.
    عنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ بِمِائَةِ آيَةٍ فِى لَيْلَةٍ كُتِبَ لَهُ قُنُوتُ لَيْلَةٍ»
    “Tamim Ad Dary radhiyalahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca 100 ayat pada suatu malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam.” (HR. Ahmad dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6468).
  4. Bacaan Al Quran akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat.
    عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ أَنْ يَجِدَ فِيهِ ثَلاَثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ قُلْنَا نَعَمْ. قَالَ « فَثَلاَثُ آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثِ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ
    “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maukah salah seorang dari kalian jika dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3 onta yang hamil, gemuk serta besar?” Kami (para shahabat) menjawab: “Iya”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Salah seorang dari kalian membaca tiga ayat di dalam shalat lebih baik baginya daripada mendapatkan tiga onta yang hamil, gemuk dan besar.” (HR. Muslim).

Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan

 عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ ».
“Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).

Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at

عَنْ أَبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ…
“Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).
Dan masih banyak manfaat lainnya yang belum dituliskan disini. Semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri