Dasar-Dasar Iman (1) : Iman kepada Allah
Buhul Tali yang Amat Kuat
Segala puji bagi Allah yang telah dan masih mengaruniakan kepada kita “Buhul Tali yang Amat Kuat”, itulah iman yang
benar yang tidak tercampuri dengan sedikitpun unsur kesyirikan dan keraguan.
Allah berfirman:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ
بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Inilah jalan yang benar…
Maka, barangsiapa kafir (mengingkari)
kepada segala apa yang disembah selain Allah dan beriman kepada Allah, maka ia
telah berjalan lurus dan tegak di atas jalan yang benar, berpegang kepada agama
dengan tali yang paling kokoh yang tidak akan terputus. (At-tafsir Al-Muyassar, 1/42)
Adapun jalan yang salah adalah sebaliknya, yaitu, tidak mengingkari segala
apa yang disembah selain Allah namun justru menetapkan dan melakukan
peribadatan kepada selain Allah, atau menyekutukan-Nya dengan yang lainnya, dan
ia tidak beriman kepada Allah Rabb dan Ilah (sesembahan)nya yang hak. Apabila demikian
halnya, maka sungguh ia sedang meniti jalan yang bengkok dan tegak di atas
jalan yang batil, ia telah berpegang dengan tali yang paling rapuh yang sangat
mudah terputus. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya. Aamiin
Dasar-Dasar Iman
Iman kepada Allah merupakan salah satu dasar-dasar iman. Dasar iman yang
lainnya, yaitu iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman
kepada para rasul-Nya, iman kepada hari Akhir, dan iman kepada takdir
yang baik dan yang buruk.
Dasar-dasar ini telah ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Allah berfirman:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ
وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” (QS. Al-Baqarah: 177)
Dan tentang takdir, Allah berfirman:
كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ (49) وَمَا أَمْرُنَا إِلَّا وَاحِدَةٌ
كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ (50)
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran. Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.” (QS. Al-Qamar: 49-50)
Nabi juga bersabda sebagai jawaban terhadap malaikat ketika bertanya
tentang iman:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“(Imam adalah) engkau mengimani Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan mengimani
takdir yang baik dan yang buruk.” (HR.
al-Bukhari, I/19, 20 dan Muslim, I/37)
Dasar Iman yang Pertama : Iman kepada Allah
Iman kepada Allah mengandung empat unsur:
1. Mengimani Wujud (adanya) Allah, yaitu bahwa Allah itu ada.
2. Mengimani Rububiyah Allah, yaitu
mengimani sepenuhnya bahwa Dialah Rabb satu-satunya,
tidak ada sekutu dan tidak ada penolong bagi-Nya. Dialah Dzat yang menciptakan,
memberikan rizki, memiliki segala sesuatu serta memerintah.
3. Mengimani Uluhiyah Allah, yaitu
benar-benar mengimani bahwa Dialah Ilah (sesembahan)
yang benar dan satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah berfirman:
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 163)
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ
هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah,
Dialah (tuhan) yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari
Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi
Maha besar.” (QS.
Al-Hajj: 62)
4. Mengimani Asma dan Sifat Allah, yakni menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah I untuk diri-Nya dalam kitab suci-Nya
atau sunnah Rasul-Nya dengan cara sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif (penyelewengan), ta’til (penghapusan), takyif (menanyakan bagaimana?) dan tamtsil (menyerupakan). Allah berfirman:
“Dan Allah
memiliki asmaa-ul husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya, mereka kelak akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180)
Dia juga berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan
Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)
Maka, jika Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha mendengar, maka
pendengaran itu sudah maklum dari segi maknanya, yaitu kemampuan menangkap
suara-suara. Tetapi hakikat hal itu dinisbatkan kepada pendengaran Allah tidak
maklum, karena hakikat pendengaran jelas berbeda, walau pada makhluk sekalipun.
Jadi perbedaan hakikat itu antara pencipta dan yang diciptakan jelas lebih jauh
berbeda.
Begitu juga, bila Allah memberitahukan tentang diri-Nya bahwa Dia bersemayam
di atas arsy-Nya, sebagaimana firman-Nya:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di
atas ‘Arsy.” (QS.
Thaha: 5)
Maka, bersemayam dari segi asal maknanya sudah maklum tetapi hakikat
bersemayamnya Allah itu tidak dapat diketahui. Pada makhluk, hakikat
bersemanyam di antara mereka berbeda-beda. Bersemanyam di atas kursi yang diam
tentu berbeda dengan bersemayam di atas tunggangan yang sudah dijinakkan. Bila
perbedaan pada makhluk demikian jelasnya, tentu perbedaannya antara pencipta
dan makhluk sangat jelas dan nyata.
Buah Iman Kepada Allah
Keimanan seseorang yang benar kepada Allah memberikan buah yang baik, di
antaranya yaitu:
1. Merealisasikan pengesaan Allah sehingga tidak menggantungkan harapan
kepada selain Allah, tidak takut kepada yang lain, dan tidak menyembah kepada
selain-Nya.
2. Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, mengagungkan-Nya sesuai dengan
nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi.
3. Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang
diperintah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Semoga Allah mengaruniakan kekokohan iman kepada kita sehingga tetap berpegang
teguh dengan buhul tali yang amat kuat ini. Amiin.
Referensi
2. Syarh Ushulil Iman, Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin.
3. At-Tafsir al-Muyassar, Kumpulan Pakar
Tafsir.
Oleh: Amar Abdullah.
Tulisan ini diambil dari www.alsofwa.com
dengan sedikit perubahan.
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
No comments:
Post a Comment