Beberapa saat yang lalu ada berita mengenai pembubaran kajian Ustadz Khalid Basalamah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan organisasi keagamaan tertentu.
Salah satu alasannya adalah karena sang ustadz pernah menyampaikan bahwa orang tua Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam, masuk neraka.
Berikut ini link video ceramah beliau yang menyatakan hal tersebut (ada dalilnya):
https://www.youtube.com/watch?v=xYqDv_HmUEw
Dan di bawah ini link ceramah dari Ustadz Firanda Andirja dengan kalimat yang lebih tepat dan mengena (ada dalilnya) :
https://www.youtube.com/watch?v=K0C7EWpfJSw
Sebenarnya hal ini termasuk ghaib, sudah dibahas oleh ulama-ulama terdahulu dan tidak perlu diperpanjang lagi. Islam adalah agama berdasarkan dalil, apabila ada dalilnya (Qur'an atau hadits shahih) maka mari kita yakini dan amalkan.
Mari lebih baik kita meningkatkan pengetahuan tentang agama, amal dan ibadah sebagai bekal kita nanti di hadapan Allah Subhanaahu wa Ta'aala. Seperti diucapkan oleh Ustadz Syafiq Riza Baasalamah dalam link berikut ini :
https://www.youtube.com/watch?v=0Om6_CuO-CI&t=220s
Sampaikanlah walau 1 ayat. Tulisan yang ada dalam blog ini diambil dari berbagai sumber. Apabila terdapat kekeliruan, berasal dari saya. Kebenaran hanya milik Allah. Semoga bermanfaat.
Friday, March 31, 2017
Thursday, March 23, 2017
Islam, Iman dan Ihsan
Berikut ini adalah Hadits yang menjelaskan mengenai Islam, Iman dan Ihsan :
حَدَّثَنِي أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ وَهَذَا حَدِيثُهُ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا كَهْمَسٌ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ كَانَ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَاجَّيْنِ أَوْ مُعْتَمِرَيْنِ فَقُلْنَا لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي الْقَدَرِ فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ دَاخِلًا الْمَسْجِدَ فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ وَالْآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ فَقُلْتُ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ قَالَ فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
ثُمَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْغُبَرِيُّ وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مَطَرٍ الْوَرَّاقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ لَمَّا تَكَلَّمَ مَعْبَدٌ بِمَا تَكَلَّمَ بِهِ فِي شَأْنِ الْقَدَرِ أَنْكَرْنَا ذَلِكَ قَالَ فَحَجَجْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَجَّةً وَسَاقُوا الْحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ كَهْمَسٍ وَإِسْنَادِهِ وَفِيهِ بَعْضُ زِيَادَةٍ وَنُقْصَانُ أَحْرُفٍ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ وَحُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَا لَقِينَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَذَكَرْنَا الْقَدَرَ وَمَا يَقُولُونَ فِيهِ فَاقْتَصَّ الْحَدِيثَ كَنَحْوِ حَدِيثِهِمْ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِيهِ شَيْءٌ مِنْ زِيَادَةٍ وَقَدْ نَقَصَ مِنْهُ شَيْئًا و حَدَّثَنِي حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ
Telah menceritakan kepadaku Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Waki' dari Kahmas dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz al-'Anbari dan ini haditsnya, telah menceritakan kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada kami Kahmas dari Ibnu Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata :
"Orang yang pertama kali membahas takdir di Bashrah adalah Ma'bad al-Juhani, maka aku dan Humaid bin Abdurrahman al-Himyari bertolak haji atau umrah, maka kami berkata, 'Seandainya kami bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka kami akan bertanya kepadanya tentang sesuatu yang mereka katakan berkaitan dengan takdir.'
Maka Abdullah bin Umar diberikan taufik (oleh Allah) untuk kami, sedangkan dia masuk masjid. Lalu aku dan temanku menghadangnya. Salah seorang dari kami di sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu aku mengira bahwa temanku akan mewakilkan pembicaraan kepadaku, maka aku berkata:
'Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya nampak di hadapan kami suatu kaum membaca al-Qur'an dan mencari ilmu lalu mengklaim bahwa tidak ada takdir, dan perkaranya adalah baru (tidak didahului oleh takdir dan ilmu Allah).'
Maka Abdullah bin Umar menjawab:
'Apabila kamu bertemu orang-orang tersebut, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa saya berlepas diri dari mereka, dan bahwa mereka berlepas diri dariku. Dan demi Dzat yang mana hamba Allah bersumpah dengan-Nya, kalau seandainya salah seorang dari kalian menafkahkan emas seperti gunung Uhud, niscaya sedekahnya tidak akan diterima hingga dia beriman kepada takdir baik dan buruk.'
Dia berkata, 'Kemudian dia mulai menceritakan hadits seraya berkata, 'Umar bin al-Khaththab berkata, 'Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam, kemudian ia berkata :
'Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam? ' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam menjawab: "Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadlan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.' Dia berkata, 'Kamu benar.'
Umar berkata, 'Maka kami kaget terhadapnya karena dia menanyakannya dan membenarkannya.'
Dia bertanya lagi, 'Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu? ' Beliau menjawab: "Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk." Dia berkata, 'Kamu benar.'
Dia bertanya, 'Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu? ' Beliau menjawab: "Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."
Dia bertanya lagi, 'Kapankah hari akhir itu? ' Beliau menjawab: "Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya."
Dia bertanya, 'Lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya? ' Beliau menjawab: "Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya, dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun bermegah-megahan dalam membangun bangunan."
Kemudian dia bertolak pergi. Maka aku tetap saja heran kemudian beliau berkata; "Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?" Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Beliau bersabda: "Itulah jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang pengetahuan agama kalian'."
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid al-Ghubari dan Abu Kamil al-Jahdari serta Ahmad bin Abdah mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Yazid dari Mathar al Warraq dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata, 'Ketika Ma'bad berkata dengan sesuatu yang dia bicarakan tentang masalah takdir, maka kami mengingkari hal tersebut.' Dia berkata lagi, 'Lalu aku melakukan haji bersama Humaid bin Abdurrahman al-Himyari.' Lalu mereka menyebutkan hadits dengan makna hadits Kahmas. Di dalamnya terdapat sebagian tambahan dan kekurangan huruf." Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id al Qaththan telah menceritakan kepada kami Utsman bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dan Humaid bin Abdurrahman keduanya berkata, "Kami bertemu Abdullah bin Umar, lalu kami menyebutkan tentang takdir dan pendapat mereka tentangnya, lalu dia mengisahkan hadits tersebut sebagaimana hadits mereka dari Umar radlialllahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan di dalamnya terdapat suatu tambahan dan pengurangan." Dan telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin asy-Sya'ir telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad telah menceritakan kepada kami al-Mu'tamir dari Bapaknya dari Yahya bin Ya'mar dari Ibnu Umar dari Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan semisal hadits mereka."
(HR. Muslim)
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
حَدَّثَنِي أَبُو خَيْثَمَةَ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ وَهَذَا حَدِيثُهُ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا كَهْمَسٌ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ كَانَ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَاجَّيْنِ أَوْ مُعْتَمِرَيْنِ فَقُلْنَا لَوْ لَقِينَا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْنَاهُ عَمَّا يَقُولُ هَؤُلَاءِ فِي الْقَدَرِ فَوُفِّقَ لَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ دَاخِلًا الْمَسْجِدَ فَاكْتَنَفْتُهُ أَنَا وَصَاحِبِي أَحَدُنَا عَنْ يَمِينِهِ وَالْآخَرُ عَنْ شِمَالِهِ فَظَنَنْتُ أَنَّ صَاحِبِي سَيَكِلُ الْكَلَامَ إِلَيَّ فَقُلْتُ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّهُ قَدْ ظَهَرَ قِبَلَنَا نَاسٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَتَقَفَّرُونَ الْعِلْمَ وَذَكَرَ مِنْ شَأْنِهِمْ وَأَنَّهُمْ يَزْعُمُونَ أَنْ لَا قَدَرَ وَأَنَّ الْأَمْرَ أُنُفٌ قَالَ فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
ثُمَّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْغُبَرِيُّ وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مَطَرٍ الْوَرَّاقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ لَمَّا تَكَلَّمَ مَعْبَدٌ بِمَا تَكَلَّمَ بِهِ فِي شَأْنِ الْقَدَرِ أَنْكَرْنَا ذَلِكَ قَالَ فَحَجَجْتُ أَنَا وَحُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِمْيَرِيُّ حَجَّةً وَسَاقُوا الْحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ كَهْمَسٍ وَإِسْنَادِهِ وَفِيهِ بَعْضُ زِيَادَةٍ وَنُقْصَانُ أَحْرُفٍ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ وَحُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَا لَقِينَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ فَذَكَرْنَا الْقَدَرَ وَمَا يَقُولُونَ فِيهِ فَاقْتَصَّ الْحَدِيثَ كَنَحْوِ حَدِيثِهِمْ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِيهِ شَيْءٌ مِنْ زِيَادَةٍ وَقَدْ نَقَصَ مِنْهُ شَيْئًا و حَدَّثَنِي حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ
Telah menceritakan kepadaku Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Waki' dari Kahmas dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz al-'Anbari dan ini haditsnya, telah menceritakan kepada kami Bapakku telah menceritakan kepada kami Kahmas dari Ibnu Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata :
"Orang yang pertama kali membahas takdir di Bashrah adalah Ma'bad al-Juhani, maka aku dan Humaid bin Abdurrahman al-Himyari bertolak haji atau umrah, maka kami berkata, 'Seandainya kami bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka kami akan bertanya kepadanya tentang sesuatu yang mereka katakan berkaitan dengan takdir.'
Maka Abdullah bin Umar diberikan taufik (oleh Allah) untuk kami, sedangkan dia masuk masjid. Lalu aku dan temanku menghadangnya. Salah seorang dari kami di sebelah kanannya dan yang lain di sebelah kirinya. Lalu aku mengira bahwa temanku akan mewakilkan pembicaraan kepadaku, maka aku berkata:
'Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya nampak di hadapan kami suatu kaum membaca al-Qur'an dan mencari ilmu lalu mengklaim bahwa tidak ada takdir, dan perkaranya adalah baru (tidak didahului oleh takdir dan ilmu Allah).'
Maka Abdullah bin Umar menjawab:
'Apabila kamu bertemu orang-orang tersebut, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa saya berlepas diri dari mereka, dan bahwa mereka berlepas diri dariku. Dan demi Dzat yang mana hamba Allah bersumpah dengan-Nya, kalau seandainya salah seorang dari kalian menafkahkan emas seperti gunung Uhud, niscaya sedekahnya tidak akan diterima hingga dia beriman kepada takdir baik dan buruk.'
Dia berkata, 'Kemudian dia mulai menceritakan hadits seraya berkata, 'Umar bin al-Khaththab berkata, 'Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam, kemudian ia berkata :
'Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam? ' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasalam menjawab: "Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadlan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.' Dia berkata, 'Kamu benar.'
Umar berkata, 'Maka kami kaget terhadapnya karena dia menanyakannya dan membenarkannya.'
Dia bertanya lagi, 'Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu? ' Beliau menjawab: "Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk." Dia berkata, 'Kamu benar.'
Dia bertanya, 'Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu? ' Beliau menjawab: "Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."
Dia bertanya lagi, 'Kapankah hari akhir itu? ' Beliau menjawab: "Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya."
Dia bertanya, 'Lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya? ' Beliau menjawab: "Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya, dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun bermegah-megahan dalam membangun bangunan."
Kemudian dia bertolak pergi. Maka aku tetap saja heran kemudian beliau berkata; "Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?" Aku menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Beliau bersabda: "Itulah jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang pengetahuan agama kalian'."
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid al-Ghubari dan Abu Kamil al-Jahdari serta Ahmad bin Abdah mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Yazid dari Mathar al Warraq dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dia berkata, 'Ketika Ma'bad berkata dengan sesuatu yang dia bicarakan tentang masalah takdir, maka kami mengingkari hal tersebut.' Dia berkata lagi, 'Lalu aku melakukan haji bersama Humaid bin Abdurrahman al-Himyari.' Lalu mereka menyebutkan hadits dengan makna hadits Kahmas. Di dalamnya terdapat sebagian tambahan dan kekurangan huruf." Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id al Qaththan telah menceritakan kepada kami Utsman bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya'mar dan Humaid bin Abdurrahman keduanya berkata, "Kami bertemu Abdullah bin Umar, lalu kami menyebutkan tentang takdir dan pendapat mereka tentangnya, lalu dia mengisahkan hadits tersebut sebagaimana hadits mereka dari Umar radlialllahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan di dalamnya terdapat suatu tambahan dan pengurangan." Dan telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin asy-Sya'ir telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad telah menceritakan kepada kami al-Mu'tamir dari Bapaknya dari Yahya bin Ya'mar dari Ibnu Umar dari Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan semisal hadits mereka."
(HR. Muslim)
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
Wednesday, March 22, 2017
Bumi Ini Sangat Kecil
Berikut ini perbandingan ukuran bumi dengan planet tata surya dan bintang-bintang selain matahari :

Gambar 1
Bumi tampak cukup besar

Gambar 2
Ternyata kecil ya...

Gambar 3
Baru tau saya, Bumi sangat kecil

Gambar 4
Banyak yang JAUH LEBIH BESAR daripada matahari
Jadi, apa yang patut kita sombongkan sebagai manusia?
Allah adalah pencipta dan pemilik seluruh alam semesta.
Hanya Dia-lah yang pantas untuk sombong.
Dear sahabat, ternyata tebar dakwah bisa dengan media kaos.
Kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
Dear sahabat, ternyata tebar dakwah bisa dengan media kaos.
Kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
Semua Perbuatan Tergantung Niat
Dalam Islam, niat adalah hal yang sangat penting sebelum kita melakukan suatu aktivitas.
Karena dari niat itulah nantinya kegiatan kita menjadi amalan yang akan dicatat oleh malaikat, apakah akan menjadi amal baik atau justru menjadi amal buruk / sia-sia.
Seperti dalam hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ
عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
Karena dari niat itulah nantinya kegiatan kita menjadi amalan yang akan dicatat oleh malaikat, apakah akan menjadi amal baik atau justru menjadi amal buruk / sia-sia.
Seperti dalam hadits berikut ini :
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ
عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan".
(HR. Bukhari)

Kandungan Hadist:
- Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
- Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
- Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
- Seorang muslim / mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
- Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
- Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
- Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati. Dan menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah : iman adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
Tuesday, March 21, 2017
TA'AT ULAMA DALAM KEBENARAN
Ulama adalah orang-orang yang memiliki ilmu tentang Allah dan juga agamanya.
Ilmu yang membawa dirinya untuk bertaqwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Mereka adalah pewaris para Nabi dan kedudukan mereka di dalam agama Islam adalah sangat tinggi.
Allah telah mengangkat derajat para ulama dan memerintahkan kita untuk ta'at kepada mereka selama mereka menyeru dan mengajak kepada kebenaran dan kebaikan.
Allah berfirman yang artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman, ta'atlah kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul dan Ulil Amri kalian." (QS. An Nisaa:59)
Dan Ulil amri disini mencakup ulama dan juga umara (pemerintah).
Menghormati mereka para ulama bukan berarti menta'ati mereka dalam segala hal sampai kepada kemaksiatan.
Ulama, seperti manusia yang lain; ijtihad mereka terkadang salah dan terkadang benar.
1. Jika benar, mereka mendapat 2 pahala.
2. Jika salah, mereka mendapat 1 pahala.
Apabila telah jelas kebenaran bagi seorang muslim dan jelas bahwasanya seorang ulama menyelisihi hal tersebut dalam sebuah permasalahan, maka tidak boleh seseorang menta'ati ulama tersebut kemudian dia meninggalkan kebenaran.
Rasulullaah bersabda yang artinya:
"Tidak ada keta'atan dalam kemaksiatan, sesungguhnya keta'atan hanya di dalam kebenaran." (Muttafaqun 'alaih).
Apabila seseorang menta'ati ulama dalam kemaksiatan kepada Allah, maka dia telah menjadikan ulama tersebut sebagai pembuat syari'at dan bukan penyampai syari'at, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Allah berfirman yang artinya :
"Mereka (yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani) menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai sesembahan selain Allah." (QS. At Taubah:31)
Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam ketika menjelaskan ayat ini, beliau mengatakan :
"Ketahuilah bahwa mereka bukan beribadah kepada para ulama dan ahli ibadah tersebut, akan tetapi mereka, apabila menghalalkan yang Allah haramkan, maka mereka ikut menghalalkan. Dan apabila ulama dan ahli ibadah tersebut mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka mereka pun ikut mengharamkan." (Hadits hasan, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).
Semoga bermanfaat.
www.bimbinganislam.com
Ilmu yang membawa dirinya untuk bertaqwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Mereka adalah pewaris para Nabi dan kedudukan mereka di dalam agama Islam adalah sangat tinggi.
Allah telah mengangkat derajat para ulama dan memerintahkan kita untuk ta'at kepada mereka selama mereka menyeru dan mengajak kepada kebenaran dan kebaikan.
Allah berfirman yang artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman, ta'atlah kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul dan Ulil Amri kalian." (QS. An Nisaa:59)
Dan Ulil amri disini mencakup ulama dan juga umara (pemerintah).
Menghormati mereka para ulama bukan berarti menta'ati mereka dalam segala hal sampai kepada kemaksiatan.
Ulama, seperti manusia yang lain; ijtihad mereka terkadang salah dan terkadang benar.
1. Jika benar, mereka mendapat 2 pahala.
2. Jika salah, mereka mendapat 1 pahala.
Apabila telah jelas kebenaran bagi seorang muslim dan jelas bahwasanya seorang ulama menyelisihi hal tersebut dalam sebuah permasalahan, maka tidak boleh seseorang menta'ati ulama tersebut kemudian dia meninggalkan kebenaran.
Rasulullaah bersabda yang artinya:
"Tidak ada keta'atan dalam kemaksiatan, sesungguhnya keta'atan hanya di dalam kebenaran." (Muttafaqun 'alaih).
Apabila seseorang menta'ati ulama dalam kemaksiatan kepada Allah, maka dia telah menjadikan ulama tersebut sebagai pembuat syari'at dan bukan penyampai syari'at, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Allah berfirman yang artinya :
"Mereka (yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani) menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai sesembahan selain Allah." (QS. At Taubah:31)
Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam ketika menjelaskan ayat ini, beliau mengatakan :
"Ketahuilah bahwa mereka bukan beribadah kepada para ulama dan ahli ibadah tersebut, akan tetapi mereka, apabila menghalalkan yang Allah haramkan, maka mereka ikut menghalalkan. Dan apabila ulama dan ahli ibadah tersebut mengharamkan apa yang Allah halalkan, maka mereka pun ikut mengharamkan." (Hadits hasan, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).
Semoga bermanfaat.
www.bimbinganislam.com
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
TAKUT KEPADA ALLAH
Diantara keyakinan seorang muslim, adalah bahwasanya manaat dan mudharat adalah di tangan Allah semata.
Seorang muslim tidak takut kecuali kepada Allah dan tidak bertawakal kecuali kepada Allah.
Takut kepada Allah yang dibenarkan adalah takut yang membawa pelakunya untuk :
1. Merendahkan diri di hadapan Allah.
2. MengagungkanNya.
3. Membawanya untuk menjauhi larangan Allah.
4. Melaksanakan perintahNya.
5. Bukan takut yang berlebihan yang membawanya kepada keputusasaan terhadap rahmat Allah.
6. Bukan takut yang terlalu tipis yang tidak membawa pemiliknya kepada kutaatan kepada Allah.
Takut seperti ini adalah ibadah.
Tidak boleh sekali-kali seorang muslim menyerahkan takut seperti ini kepada selain Allah.
Dna barangsiapa menyerahkannya kepada selain Allah, maka dia telah terjerumus ke dalam syirik besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.
Seperti orang yang takut terkena mudharat dengan wali fulan yang sudah meninggal kemudian takut tersebut menjadikan dia merendahkan diri di hadapan kuburannya dan juga mengagungkannya.
Hendaknya seorang muslim meneladani Nabi Ibrahim 'Alaihissalaam ketika beliau berkata :
"Dan aku tidak takut dengan sesembahan kalian, mereka tidak memudharati aku kecuali apabila Rabbku menghendakinya." (QS. Al-An'aam:80)
Diantara takut yang diharamkan adalah takutnya seseorang kepada makhluk yang melebihi takutnya kepada Allah sehingga takut tersebut membuat dia meninggalkan perintah Allah atau melanggar larangan Allah seperti :
1. Orang yang meninggalkan jihad yang wajib atasnya karena takut kepada orang-orang kafir.
2. Tidak melarang kemungkaran karena takut elaaan manusia padahal dia mampu.
Allah Subhaaanhu wa Ta'aala berfirman yang artinya :
"Sesungguhnya itu hanyalah syaithan yang menkut-nakuti kalian wahai orang-orng yang beriman, dengan wali-walinya (penolong-penolongnya). karena itu janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kalian kepadaKu jik kalian benar-benar orang yang beriman.' (QS. Ali 'Imran:175)
Diantara cara menghilangkan rasa takut kepada makhluk adalah :
1. Berlindung kepada Allah.
2. Mengingat sabda Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam yang artinya :
"Ketahuilah bahwa seandainya umat semua berkumpul untuk memberikan menfaat kepadamu niscaya mereka tidak bisa memberika manfaat kecuali dengan apa yang sudah Allah tulis dan seandaina mereka berkumpul untuk memberikan mudharat kepadamu niscayamereka tidak bisa memberikan mudharat kecuali dengan apa yang sudah Allah tulis." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan Syaikh Al Albany Rahimahullah).
Diperbolehkan takut yang merupakan tabiat manusia seperti takut kepada panasnya api dan kepada binatang buas. Dan takut seperti ini bukanlah takut yang merupakan ibadah dan juga bukan takut yang membawa seseorang meninggalkan perintah atau melanggar larangan Allah.
Ini adalah takut yang tabiat, yang para Nabipun tak lepas darinya.
Semoga bermanfaat.
www.bimbingan islam.com
Seorang muslim tidak takut kecuali kepada Allah dan tidak bertawakal kecuali kepada Allah.
Takut kepada Allah yang dibenarkan adalah takut yang membawa pelakunya untuk :
1. Merendahkan diri di hadapan Allah.
2. MengagungkanNya.
3. Membawanya untuk menjauhi larangan Allah.
4. Melaksanakan perintahNya.
5. Bukan takut yang berlebihan yang membawanya kepada keputusasaan terhadap rahmat Allah.
6. Bukan takut yang terlalu tipis yang tidak membawa pemiliknya kepada kutaatan kepada Allah.
Takut seperti ini adalah ibadah.
Tidak boleh sekali-kali seorang muslim menyerahkan takut seperti ini kepada selain Allah.
Dna barangsiapa menyerahkannya kepada selain Allah, maka dia telah terjerumus ke dalam syirik besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.
Seperti orang yang takut terkena mudharat dengan wali fulan yang sudah meninggal kemudian takut tersebut menjadikan dia merendahkan diri di hadapan kuburannya dan juga mengagungkannya.
Hendaknya seorang muslim meneladani Nabi Ibrahim 'Alaihissalaam ketika beliau berkata :
"Dan aku tidak takut dengan sesembahan kalian, mereka tidak memudharati aku kecuali apabila Rabbku menghendakinya." (QS. Al-An'aam:80)
Diantara takut yang diharamkan adalah takutnya seseorang kepada makhluk yang melebihi takutnya kepada Allah sehingga takut tersebut membuat dia meninggalkan perintah Allah atau melanggar larangan Allah seperti :
1. Orang yang meninggalkan jihad yang wajib atasnya karena takut kepada orang-orang kafir.
2. Tidak melarang kemungkaran karena takut elaaan manusia padahal dia mampu.
Allah Subhaaanhu wa Ta'aala berfirman yang artinya :
"Sesungguhnya itu hanyalah syaithan yang menkut-nakuti kalian wahai orang-orng yang beriman, dengan wali-walinya (penolong-penolongnya). karena itu janganlah kalian takut kepada mereka tetapi takutlah kalian kepadaKu jik kalian benar-benar orang yang beriman.' (QS. Ali 'Imran:175)
Diantara cara menghilangkan rasa takut kepada makhluk adalah :
1. Berlindung kepada Allah.
2. Mengingat sabda Nabi shallallaahu 'alayhi wa sallam yang artinya :
"Ketahuilah bahwa seandainya umat semua berkumpul untuk memberikan menfaat kepadamu niscaya mereka tidak bisa memberika manfaat kecuali dengan apa yang sudah Allah tulis dan seandaina mereka berkumpul untuk memberikan mudharat kepadamu niscayamereka tidak bisa memberikan mudharat kecuali dengan apa yang sudah Allah tulis." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan Syaikh Al Albany Rahimahullah).
Diperbolehkan takut yang merupakan tabiat manusia seperti takut kepada panasnya api dan kepada binatang buas. Dan takut seperti ini bukanlah takut yang merupakan ibadah dan juga bukan takut yang membawa seseorang meninggalkan perintah atau melanggar larangan Allah.
Ini adalah takut yang tabiat, yang para Nabipun tak lepas darinya.
Semoga bermanfaat.
www.bimbingan islam.com
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
CINTA KEPADA ALLAH
Mencintai Allah merupakan ibadah yang paling agung.
Cinta yang merupakan ibadah ini mengharuskan seorang muslim merendahkan dirinya di hadapan Allah, mengagungkan Allah, yang akhirnya akan membawa seseorang untuk melaksanakan perintah Allah dan juga menjauhi apa yang Allah larang.
Inilah cinta yang merupakan ibadah.
Barangsiapa menyerahkan cinta seperti ini kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik besar.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya :
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu Allah, mereka mencintainya sebagaimana merka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman maka cinta mereka kepada Allah jauh lebih besar." (QS. Al-Baqarah:165)
Adapun cinta yang merupakan tabi'at manusia, seperti cinta keluarga, harta, pekerjaan, dan lain-lain, maka hal ini diperbolehkan selama tidak melebihi cinta kepada Allah.
Apabila seseorang mencintai perkara-perkara tersebut melebihi cintanya kepada Allah, maka dia telah melakukan dosa besar.
Allah berfirman yang artinya :
"Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan juga rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, itu semua lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah Subhaanahu wa Ta'aala mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepadda orang-orang fasik." (QS. At-Taubah:24)
Ketika terjadi pertentangan antara 2 kecintaan maka disini akan nampak siapa yang lebih dia cintai.
Dan akan nampak siapa yang cintanya benar dan siapa uyang cintanya hanya sebatas ucapan saja.
Diantara cara memupuk rasa cinta kita kepada Allah adalah dengan :
1. Mentadabburi (memperhatikan)ayat-ayat Al-Quran.
2. Memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
3. Mengingat-ingat berbagai kenikmatan yang Allah berikan.
Semoga bermanfaat.
www.bimbinganislam.com
Cinta yang merupakan ibadah ini mengharuskan seorang muslim merendahkan dirinya di hadapan Allah, mengagungkan Allah, yang akhirnya akan membawa seseorang untuk melaksanakan perintah Allah dan juga menjauhi apa yang Allah larang.
Inilah cinta yang merupakan ibadah.
Barangsiapa menyerahkan cinta seperti ini kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik besar.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya :
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu Allah, mereka mencintainya sebagaimana merka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman maka cinta mereka kepada Allah jauh lebih besar." (QS. Al-Baqarah:165)
Adapun cinta yang merupakan tabi'at manusia, seperti cinta keluarga, harta, pekerjaan, dan lain-lain, maka hal ini diperbolehkan selama tidak melebihi cinta kepada Allah.
Apabila seseorang mencintai perkara-perkara tersebut melebihi cintanya kepada Allah, maka dia telah melakukan dosa besar.
Allah berfirman yang artinya :
"Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiannya, dan juga rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, itu semua lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah Subhaanahu wa Ta'aala mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepadda orang-orang fasik." (QS. At-Taubah:24)
Ketika terjadi pertentangan antara 2 kecintaan maka disini akan nampak siapa yang lebih dia cintai.
Dan akan nampak siapa yang cintanya benar dan siapa uyang cintanya hanya sebatas ucapan saja.
Diantara cara memupuk rasa cinta kita kepada Allah adalah dengan :
1. Mentadabburi (memperhatikan)ayat-ayat Al-Quran.
2. Memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta.
3. Mengingat-ingat berbagai kenikmatan yang Allah berikan.
Semoga bermanfaat.
www.bimbinganislam.com
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andriTuesday, March 14, 2017
(Partial) Dark Ages
Saat saya dulu masih sekolah S3 (SD-SMP-SMA), saat membahas sejarah dunia maka akan muncul satu topik yaitu zaman kegelapan (dark ages). Awalnya saya mengira itu terjadi di seluruh dunia, ternyata hanya di wilayah Eropa. Dimana masa itu merupakan sebuah zaman yang dimulai saat runtuhnya Kekaisaran Romawi hingga dimulainya masa Renaisans atau munculnya kembali peradaban lama, di rentang waktu yang cukup lama, yaitu sekitar tahun 600 - 1600 M.
Di saat Zaman Kegelapan, segala keputusan pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama katolik.
Perkembangan ilmu dan teknologi bisa dikatakan tidak ada sama sekali pada masa itu di wilayah Eropa.
Namun tidak terjadi zaman kegelapan di belahan dunia yang lain.
Dari sejarah bisa kita ketahui, bahwa antara tahun 600 - 1600 M ada bangsa-bangsa di wilayah lain yang sedang berkembang dan justru meraih masa kejayaannya.
Di wilayah Arab, Afrika utara, hingga Spanyol justru ummat muslim sangat maju dan berkembang peradabannya. Di Cina, justru sangat maju kekaisarannya. Di Indonesia, sangat banyak bermunculan kerajaan mulai dari kerajaan Hindu, Budha, hingga Kesultanan Islam. Di wilayah Amerika Selatan juga berkembang peradababan suku Inca yang tidak bisa dianggap remeh.
Di saat Zaman Kegelapan, segala keputusan pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para ahli agama katolik.
Perkembangan ilmu dan teknologi bisa dikatakan tidak ada sama sekali pada masa itu di wilayah Eropa.
Namun tidak terjadi zaman kegelapan di belahan dunia yang lain.
Dari sejarah bisa kita ketahui, bahwa antara tahun 600 - 1600 M ada bangsa-bangsa di wilayah lain yang sedang berkembang dan justru meraih masa kejayaannya.
Di wilayah Arab, Afrika utara, hingga Spanyol justru ummat muslim sangat maju dan berkembang peradabannya. Di Cina, justru sangat maju kekaisarannya. Di Indonesia, sangat banyak bermunculan kerajaan mulai dari kerajaan Hindu, Budha, hingga Kesultanan Islam. Di wilayah Amerika Selatan juga berkembang peradababan suku Inca yang tidak bisa dianggap remeh.
Jadi, apakah peradaban modern di Eropa muncul dengan begitu saja setelah zaman kegelapan ? Jawabannya sudah pasti tidak. Karena suatu peradaban akan maju biasanya dimulai dengan interaksi antar bangsa.
Gambar di atas apabila ruang kosongnya diisi dengan perkembangan peradaban dari bangsa lain, maka akan menjadi seperti gambar berikut ini :
Dan pada saat era "dark ages" berlangsung, budaya dan teknologi ummat muslimlah yang bersentuhan dan memberi pengaruh langsung kepada masyarakat Eropa saat itu, khususnya di wilayah Andalusia atau sekarang ini dikenal dengan negara Spanyol dan di daerah Eropa Timur seperti Rusia, Kazakshtan, Bosnia, dan lain-lain.
Gambar berasal dari : www.muslimheritage.com
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
Thursday, March 2, 2017
Jangan Malas untuk Shalat
Pertama : Bermalas-malasan ketika shalat adalah merupakan dosa besar.
Allah ta’ala berfirman
:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS.
Al-Ma’un : 4-5)
Al-Imam Abdul Aziz bin
Abdillah bin Baz menyatakan :
التهاون بالصلاة من
المنكرات العظيمة، ومن صفات المنافقين، قال الله عز وجل: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ
يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا
كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلًا[1]، وقال
الله في صفتهم: وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلا
أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ
كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ[2] وقال النبي صلى الله عليه
وسلم: ((أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر ولو يعلمون ما فيهما
لأتوهما ولو حبوا)) متفق على صحته. فالواجب على كل مسلم وعلى كل مسلمة المحافظة
على الصلوات الخمس في أوقاتها، وأداؤها بطمأنينة، والإقبال عليها بخشوع فيها
وإحضار قلب؛ لقول الله سبحانه: قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ * الَّذِينَ هُمْ فِي
صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ[3]، ولما ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه أمر الذي أساء
صلاته فلم يطمئن فيها بالإعادة، وعلى الرجال خاصة أن يحافظوا عليها في الجماعة مع
إخوانهم في بيوت الله وهي المساجد؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((من سمع
النداء فلم يأت فلا صلاة له إلا من عذر)) أخرجه ابن ماجة والدارقطني وابن حبان
والحاكم بإسناد صحيح. قيل لابن عباس رضي الله عنهما: ما هو العذر؟ قال: (خوف أو
مرض).
“Bermalas-malasan/meremehkan
shalat termasuk kemungkaran yang besar, dan ia merupakan sifat orang-orang
munafik,
Allah ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An-Nisa’ : 142).
Dan Allah juga befirman
ketika menjelaskan sifat orang munafik :
“Dan tidak ada yang
menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena
mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan
sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka,
melainkan dengan rasa enggan.” (QS At Taubah : 54).
Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda :
“Shalat paling berat
dirasakan oleh orang munafik adalah shalat isya’ dan shalat subuh. Seandainya
mereka mengetahui pahalanya niscaya mereka akan mendatanginya meski dengan
merangkak.” (Disepakati keshahihannya).
Maka wajib bagi setiap
orang islam yang laki maupun yang wanita untuk senantiasa menjaga shalat lima
waktu tepat pada waktunya. Serta melaksanakannya dengan tumakninah serta
menyambutnya dengan penuh khusyu’ dan disertai hati yang tenang.”
(Fatawa Syaikh Bin Baz
no. 2382).
Kedua : Sedang madzhab
ahlis sunnah wal jama’ah terhadap pelaku dosa besar adalah ia berada di bawah
kehendak Allah ta’ala. Jika Allah mengampuninya maka ia bisa masuk syurga namun
jika Allah tidak mengampuninya maka ia akan masuk neraka.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata :
اتفق الصحابة والتابعون
لهم بإحسان، وسائر أئمة المسلمين على أنه لا يخلد في النار أحد ممن في قلبه مثقالُ
ذرة من إيمان، واتفقوا أيضًا على أن نبينا يشفع فيمن يأذن الله له بالشفاعة فيه من
أهل الكبائر من أمته
“Telah bersepakat para
sahabat, para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik dan seluruh para imam
Islam bahwa tidak akan kekal di neraka salah satu dari sekian banyak orang yang
di dalam hatinya masih terdapat iman sebesar dzarroh.
Mereka bersepakat pula
bahwa Nabi kita shalallahu ‘alaihi wa sallam akan memberikan syafaat kepada
orang yang telah mendapatkan izin dari Allah untuk diberi syafaat dari kalangan
pelaku dosa besar dari umat beliau.”
(Majmu’ Fatawa : 7/222).
Wallahu a’lam
Oleh: Abul Aswad Al Bayaty
Tebar dakwah bisa dengan media kaos, kunjungi :
http://www.kaosdakwahislami.id/?reg=tommy.andri
Wednesday, March 1, 2017
Kisah Imam Hanafi & Seorang Anak
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau populer disebut Imam Hanafi,
pernah berpapasan dengan seorang anak kecil yang tampak berjalan mengenakan
sepatu kayu.
Sang Imam menasehati anak kecil itu,
”Hati-hati Nak dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kau tergelincir."
”Hati-hati Nak dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai kau tergelincir."
Bocah kecil itu pun tersenyum, menyambut perhatian pendiri
mazhab Hanafi ini dengan ucapan "terima kasih."
”Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?” tanya si bocah.
”Nu’man.”
”Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam
al-a‘dham (imam agung) itu?”
”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang
berprasangka baik dan menyematkan gelar itu kepadaku.”
"Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan
tergelincir ke neraka gara-gara dia. Sepatu kayuku ini mungkin hanya
menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan
api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”
Subscribe to:
Posts (Atom)